Rindu Yang Tak Sempat Terucap

 


    Senja kala itu kita duduk berdua di bibir pantai di temani deburan ombak yang menyapu. Langit berubah warna menjadi jingga, sungguh sebuah pemandangan yang menakjubkan dan kerap kali membuat ku semakin menyadari betapa luar biasa sang pencipta. Kita sama-sama terdiam, menikmati indahnya langit sore yang memanjakan mata. 

    Dari senja aku jadi bisa mengetahui kalau ternyata sesuatu yang indah itu hadirnya hanya sesaat dan sementara. Aku jadi berpikir untuk menjadi langit, karena langit tidak akan pernah meninggalkan meskipun senja selalu datang dan pergi dengan tiba-tiba. Langit selalu menanti kehadiran senja meskipun ia tahu itu hadirnya hanya berlangsung sementara.

    Aku memperhatikan wajahnya dari samping. Padangannya lurus ke depan.  Itu mengapa aku berani memperhatikan wajahnya. Matanya indah, hidungnya juga indah, entahlah semua yang ada dirinya itu terasa indah.

    Dia bersuara, tanpa mengalihkan pandangannya, masih lurus kedepan, menatap senja yang mulai menghilang, “ kamu suka senja?”

    “ Suka,” seruku sambil terus menatap wajahnya dari samping.

    Dia menolehkan wajahnya kearahku, mata kami tidak sengaja bertemu, “ kenapa?”

    Aku memalingkan wajahku ke depan tidak tahan di tatap seperti itu,” karena indah, meskipun hadirnya hanya sementara.”

    Aku memalingkan wajah ke arahnya, ternyata dia masih menatapku, “ Kamu juga suka senja ?”

    Dia kembali menatap kedepan, mengamati sisa-sisa senja yang mulai menghilang, digantikan oleh gelapnya malam,” biasa saja, menurutku yang lebih indah itu dengan siapa aku menikmati senja.”

    Aku terdiam tidak tahu harus menjawabnya dengan apa, hatiku berdesir, jantungku berdegub lebih kencang dari biasanya, tidak terasa bibirku menciptakan sebuah lengkungan kecil. Aku suka segala hal tentangnya, cara dia berbicara, cara dia tersenyum, bahkan caranya menatapku.

***

    Bayangan kejadian 2 tahun lalu itu tiba-tiba terlintas di benak ku, kejadian yang sebenarnya ingin sekali aku lupakan tetapi itu semua terlalu indah untuk di lupakan. Saat ini aku duduk di sebua cafe, memesan sebuah vanilla latte dan duduk di tempat favoritku, dekat jendela. Di balik jendela ini aku dapat melihat beberapa orang yang berlarian menghindari hujan. 

    Manusia terkadang aneh ya, mereka bilang menyukai hujan namun saat hujan itu datang mereka berlomba-lomba menghindarinya. Seolah hujan adalah sesuatu yang sangat merugikan. Sebenarnya yang mereka sukai itu hujan atau kenangan yang ada dalam setiap tetesnya?

    Terkadang ada beberapa momen saat bersamamu yang ingin aku beri formalin supaya tidak cepat berlalu begitu saja. Aku tidak menyesal, tidak akan pernah menyesali momen untuk pertama kalinya kita bertemu. Momen saat kamu pertama kalinya menatapku sambil tersenyum kecil. Setiap hari aku mencoba, mencoba untuk menghilangkan bayang-bayangmu yang selalu memenuhi isi pikiranku. Aku tidak tahu akan sampai seperti ini pengaruhmu dalam hidupku.

    Sudah sekitar 2 tahun semenjak kau putuskan untuk pergi, pergi ke rumah yang lebih nyaman. Karena ternyata selama ini bukan aku rumah yang kamu cari, bukan aku rumah yang kamu butuhkan. Aku selalu merasa kehilanganmu padahal harusnya tidak seperti itu, harusnya aku tidak memiliki perasaan kehilangan itu karena harusnya sejak awal aku bisa menerka bahwa aku tidak pernah memilikimu dan tidak akan pernah.

    Tetapi untuk kali ini saja bisakah aku mengatakan kalau aku merindukanmu? meskipun aku tahu aku tidak memiliki hak untuk itu.

    Andai hari itu kita tidak pernah bertemu, andai saat itu kamu tidak tersenyum kecil padaku dan mengajak ku berbicara, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi. Aku jadi teringat percakapan terakhir kita sebelum kamu memutuskan untuk pergi. Saat itu kita sedang duduk berdua di sebuah taman kota menikmati indahnya malam, aku tidak pernah menyangka saat itu akan menjadi akhir aku bertemu dan menatap sosok mu.

    Dia menghela napas beberapa kali, sebelum memutuskan untuk mengatakannya,” Sebaiknya kita nggak usah bertemu lagi ya.”

    Aku membeku, masih berusaha mencerna apa yang di katakan olehnya, air mata ku luruh dengan sendirinya, bibir ku terasa kelu, dadaku seperti dihujami ribuan duri, “ kenapa?” tanyaku yang mulai sesenggukan.

    Harusnya aku tidak perlu merasakan itu, harusnya air mata ku tak perlu jatuh, karena seharusnya memang begini akhirnya.

    Dia memejamkan mata sebentar, seakan menahan sesuatu yang ingin di luapkan entah kesedihan, emosi atau beban pikiran,” Semoga kamu dapat yang terbaik,” serunya sebelum pergi meninggalkanku sendirian.

    Aku memukul dadaku yang terasa sesak, mencoba tegar tapi semua itu hanya sia sia, air mataku semakin luruh, rasanya semesta tak pernah merestui pertemuan kita. Terkadang beberapa proses pendewasaan memang harus di lalui dengan patah hati agar kita dapat memahami bahwa tidak semua rasa suka harus menerima balasannya, tak semua hati memiliki pemiliknya.

    Berpuluh puluh hari telah ku lalui untuk mencoba melupakan sosokmu. Berbagai cara telah ku lakukan termasuk mencari sosok penggantimu. Tetapi semua itu ternyata salah, sampai kapanpun aku tidak akan pernah menemukan orang baru kalau ternyata yang ku mau adalah sosok yang persis seperti mu. Entahlah, kata orang aku terlalu bodoh karena selalu mengharapkan orang yang tak akan pernah kembali ke sisi ku.

    Ada beberapa hal yang terkadang hanya untuk di nikamti saja keindahannya tetapi bukan untuk di miliki. Aku pernah berangan, bagaimana rasanya kalau aku menjadi kekasihmu? Bagaimana rasanya kalau aku adalah satu satu nya di hatimu bukan salah satunya? Tapi semua itu hanyalan angan angan belaka, tak pernah aku berani ucapkan kepadamu karena perasaanku ku pun tak pernah aku utarakan.

    Untuk kamu yang sempat hadir di hidupku, seharusnya saat itu aku tanyakan padamu, kamu hanya sekedar singgah sebentar atau menetap, agar aku bisa memilih menyuguhkan kopi atau hati.

    Kusimpan rindu ini untukmu, entah sampai kapan aku dapat memendam tanpa mengungkapkannya. Kuharap kita bisa bertemu walau hanya untuk bertegur sapa. Kalau kamu bisa menjalani hidup tanpaku mengapa aku tak bisa? Jika hujan selalu memberikan jawaban lewat mendung. Mengapa rinduku tak pernah terjawab olehmu?

Komentar

Postingan Populer